Sehari
sebelum acara wisuda sarjana, seorang sahabat yang merupakan salah
satu calon wisudawan memberikan satu pernyataan yang betul-betul
mengejutkan saya. "Besok akan menjadi hari yang menggembirakan sekaligus
menyedihkan dalam hidup saya," katanya dengan wajah
sedih.
"Bagaimana bisa?" tanya saya penuh rasa penasaran. "Saya
gembira
karena terbukti mampu menyelesaikan studi sarjana saya. Yang menyedihkan
hati saya adalah mulai besok saya akan jadi pengangguran di
negeri ini. Status sosial saya turun drastis dari mahasiswa menjadi
pengangguran!" lanjut calon sarjana teknik ini.
Ia
juga mengemukan sejumlah kekhawatirannya. Beberapa hari sebelumnya,
dalam sebuah perbincangan dengan dosen walinya, sang sahabat
ini diberikan sejumlah wejangan penting oleh sang dosen wali.
"Perlu kamu sadari ada banyak sekali kriteria seleksi sarjana untuk
terjun di dunia kerja.Misalnya ketrampilan berkomunikasi,kejujuran,kemampuan bekerja dalam sebuah tim,kemampuan berhubungan baik
dengan orang lain, etos kerja, kemampuan analisis,engineering skills,
motivasi diri yang kuat, kepercayaan pada diri sendiri,fleksibilitas,dsb. Sayangnya pendidikan di perguruan tinggi sampai saat
ini lebih banyak menekankan pada kemampuan analisis dan engineering
skill," kata sang dosen.
Cerita
di atas sekaligus mengingatkan saya bahwa pendidikan formal saja
tidak pernah cukup. Mohon maaf, saya tidak sedang menghujat sekolah
atau kampus (lembaga pendidikan formal). Yang ingin saya tekankan
di sini adalah prestasi akademik saja tidak akan menjadikan seorang
sarjana sukses di masyarakat. Persis seperti yang saya sampaikan
ketika seminar kewirausahaan disalah satu Universitas di Surabaya,
Maret 2009 lalu, "Jangan menghujat sekolah namun jangan pula
memuja sekolah!" Intinya, masih banyak sekali yang harus dipelajari
seseorang setelah ia lulus.
Belajar adalah sebuah proses seumur
hidup. Jika kita berhenti bertumbuh (termasuk berhenti belajar)
artinya kita telah mati dalam hidup. Artinya, jangan menjadi
orang yang sama dari dulu, sekarang sampai selama-lamanya. Kita
harus selalu bertumbuh ke arah yang lebih baik dari hari ke hari.
Beberapa hari lalu, saya bertemu dengan mantan rektor sebuah perguruan
tinggi ternama di kota Bandung tengah memborong sejumlah buku
di sebuah toko buku. Rupanya beliau secara rutin mengunjungi toko
buku. Salut!
Pendidikan formal memang penting. Bukankah
banyak sekali penelitian ilmiah
(misalnya di bidang kedokteran) yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan
formal? Sayangnya banyak mahasiswa yang memilih DO (drop out)
setelah membaca buku-buku kewirausahaan yang menceritakan bagaimana
orang-orang yang putus sekolah bisa menjadi pengusaha sukses.
Sebagian kemudian beranggapan agar bisa menjadi pengusaha sukses
harus DO.
Jika mau jujur, berapa banyak sih persentasi mereka yang
DO yang kemudian sukses? Jika dibandingkan, mana yang lebih banyak,
orang yang tidak berpendidikan yang kemudian menjadi bajingan
dengan orang yang tidak berpendidikan yang kemudian menjadi orang
sukses? Semoga kita bisa cukup bijaksana menilai sesuatu sebelum
mengambil keputusan. Ingat, penyesalan selalu datang belakangan.
Dengan
semakin meningkatnya angka pengangguran di negeri ini –yang telah
mencapai 40 juta orang- tentu akan makin sulit menemukan lapangan
pekerjaan di negeri ini. Itulah sebabnya kita harus memikirkan
jalan keluarnya. Saya rasa salah satu pilihan yang bisa diambil
adalah dengan menjadi wirausaha (entrepreneur). Dengan
berwirausaha,
kita bukan saja menolong diri kita tapi dapat juga menjadi
saluran berkat bagi orang lain. Kita dapat menciptakan lapangan
pekerjaan bagi orang lain. Yang lebih baik lagi apabila kita
kemudian dapat mendidik karyawan kita agar suatu saat nanti iapun
memiliki keberanian untuk berwirausaha.
Ada
seorang teman saya yang ketika itu sudah setahun menganggur namun
tidak pernah berkecil hati. Ia kemudian membuka usaha yang berawal
dari hobinya: membaca komik. Kini ia telah memiliki 2 cabang rental
komik yang lokasinya dekat dengan kampus. Keuntungan perbulannya
mencapai Rp 3 juta. Salut! Yang menarik, ia memulai bisnis
ini dengan modal hanya beberapa juta rupiah. Maklum, buku-buku
yang ada di rental tersebut sebagian adalah koleksi pribadinya.Anda
pun bisa menempuh jalan yang sama. Sebuah hobi jika dijadikan bisnis
akan sanggat menggairahkan karena Anda akan mengerjakannya sepenuh
hati.
Membangun
sebuah bisnis tentu bukan hal yang mudah. Apalagi ada kecenderungan
dalam diri manusia ingin langsung besar (instant).Padahal
alam mengajarkan kita untuk berlaku sebaliknya. Tidak ada pohon
yang bisa tumbuh besar dalam semalam. Bayi pun tidak bisa langsung
berlari ketika dilahirkan. Memulai bisnis dari kecil tentu sangat
berat namun di situlah tantangannya. Bisnis yang dibangun dari
bawah akan memiliki pondasi yang lebih kuat karena Anda sudah terbiasa
menghadapi segala macam permasalahan.
Dalam
buku First Step to be An Entrepreneur, saya menulis bahwa untuk
menjadi seorang entrepreneur Anda harus berani mengambil risiko,
menyukai tantangan, memiliki daya tahan yang tinggi,memiliki
visi jauh ke depan dan selalu memberikan yang terbaik.
Persoalannya
selalu muncul di risiko, lantas sering timbul pertanyaan,
risko macam apa yang harus diambil jika saya ingin berwirausaha?
Jawabannya jelas, risiko yang telah Anda perhitungan dengan
matang (calculated risk). Ada sejumlah pertanyaan mendasar yang
bisa Anda ajukan untuk itu. Misalnya, adakah pasar untuk produk saya?
Mampukah saya menciptakan pasar jika produk saya benar-bena baru?
Bagaimana cara saya memasarkan produk saya? Bagaimana dengan tingkat
persaingan saat ini? Apa kelebihan produk saya dibandingkan dengan
kompetitor? Bagaimana dengan penyediaan bahan baku? Dsb.
Ketika
mulai berwirausaha saya juga menemukan setidaknya ada 4 hal yang
bisa kita lakukan untuk meminimalisir risiko.
Pertama, kita bisa
mencari pembimbing yakni pengusaha yang sudah sukses.
Kedua, membentuk
tim.
Ketiga, memiliki jaringan yang luas (ini penting
untuk
perluasan pasar) dan;
keempat, jika masih ragu-ragu coba beli
sistem
yang telah mapan (misalnya sistem pemasaran jaringan atau sebuah
franchise). Setahu saya ada franchise yang berani mengembalikan
uang yang telah Anda investasikan jika dalam jangka waktu
tertentu usaha Anda tidak menguntungkan meski telah mematuhi semua
hal dalam sistem tersebut).
Jika
risiko telah bisa Anda kalkulasi dengan matang buatlah rencana dan
action! Konsep sebagus apa pun tidak akan berhasil jika tidak dilaksanakan.
Lagipula agar bisa
sukses dalam hidup ini kita harus menghindari
5 sikap: NATO (no action talk only), NACO (no action concept
only), NADO (no action dream only), NAPO (no
action plan only)
dan NARO (no action review only). Action is power!
Yang
terakhir, jangan lupa apa pun yang Anda kerjakan akan berhasil jika
mendapat restu dari-Nya. Di sinilah pentingnya kekuatan doa. Saya
selalu teringat akan nasihat dari seorang sahabat mengenai pentingnya
berkerja bersama Allah untuk menciptakan kehidupan yang lebih
baik. "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala
sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yangmengasihi
Dia," begitu nasihatnya. Salam sukses buat Anda semua!